
WASHINGTON D.C., Amerika Serikat – 11 Juli 2025
Panggung ekonomi global kembali bergejolak setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan rencana agresif untuk memberlakukan tarif impor baru yang sangat tinggi terhadap dua mitra dagang utamanya, Brazil dan Kanada. Dalam serangkaian cuitan di media sosial dan pernyataan pers dari Gedung Putih, Trump menyatakan akan menerapkan tarif sebesar 50% untuk semua barang dari Brazil dan 35% dari Kanada, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang. Pengumuman ini sontak memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar dan analis ekonomi, mengingat potensi dampaknya terhadap rantai pasokan global dan stabilitas perdagangan internasional. Langkah ini juga mengindikasikan bahwa periode kedua kepemimpinan Trump akan kembali diwarnai oleh kebijakan luar negeri yang konfrontatif dan proteksionis, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa jabatan pertamanya.
Alasan di Balik Kebijakan Tarif yang Mengejutkan: Politik dan Ekonomi yang Saling Terkait
Langkah drastis ini menandai eskalasi signifikan dari kebijakan proteksionis “America First” yang menjadi ciri khas masa jabatan Trump. Alasan yang dikemukakan untuk kedua negara tersebut sangat berbeda, menunjukkan pendekatan personal dan politik dalam kebijakan dagangnya. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan ekonomi pemerintahan Trump tidak selalu berdasarkan pertimbangan ekonomi semata. Keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh dinamika politik domestik dan hubungan pribadi dengan para pemimpin dunia. Pendekatan ini menciptakan ketidakpastian dan volatilitas di pasar global.Negara-negara pun terpaksa beradaptasi dengan lanskap perdagangan yang semakin tidak bisa diprediksi. Keputusan ekonomi di bawah pemerintahan Trump tidak selalu didasarkan pada pertimbangan ekonomi murni. Sering kali, dinamika politik domestik ikut memengaruhi arah kebijakan tersebut. Hubungan pribadi Trump dengan para pemimpin negara lain juga memainkan peran penting. Pendekatan ini terbukti menciptakan ketidakpastian dan volatilitas di pasar global. Kondisi tersebut memaksa negara-negara untuk terus menyesuaikan diri dengan perubahan yang cepat.
Brazil: Hukuman Atas “Perburuan Penyihir” Politik
Untuk Brazil, Trump secara eksplisit menghubungkan tarif tersebut dengan situasi politik dalam negeri Brazil, khususnya proses hukum yang sedang dihadapi oleh mantan Presiden Jair Bolsonaro, yang merupakan sekutu dekatnya. Trump menuduh pemerintahan Brazil saat ini melakukan “perburuan penyihir yang tidak adil” terhadap Bolsonaro. “Mereka mengincar seorang patriot hebat, Jair Bolsonaro. Jika mereka terus melanjutkannya, kita akan memukul ekonomi mereka dengan keras! Tarif 50%!” tulis Trump dalam salah satu cuitannya. Pernyataan ini menunjukkan penggunaan kebijakan perdagangan sebagai alat untuk intervensi politik, sebuah praktik yang sangat jarang terjadi dalam hubungan internasional modern.
Langkah ini dikecam oleh para diplomat sebagai campur tangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam urusan peradilan negara lain, menggunakan kebijakan perdagangan sebagai senjata untuk tujuan politik pribadi. Pemerintah Brazil merespons dengan keras, menyebut ancaman tersebut “tidak dapat diterima” dan berjanji akan mengambil tindakan balasan melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Respons ini mengindikasikan bahwa Brazil tidak akan tinggal diam dan siap untuk mempertahankan kedaulatannya di panggung internasional.
Kanada: Sengketa Produk Susu dan Kayu Lunak yang Tak Kunjung Usai
Sementara itu, alasan untuk tarif terhadap Kanada lebih berakar pada sengketa dagang yang telah berlangsung lama. Trump menuduh Kanada memberlakukan praktik perdagangan yang tidak adil, khususnya dalam sektor produk susu yang dilindungi secara ketat dan ekspor kayu lunak. “Kanada telah mengambil keuntungan dari kita selama bertahun-tahun. Perdana Menteri mereka (Justin Trudeau) pandai bicara tapi sedikit bertindak. Kita akan mengambil tindakan tegas untuk melindungi para petani dan pekerja kayu kita,” kata Trump dalam sebuah konferensi pers. Sengketa ini telah menjadi duri dalam daging hubungan AS-Kanada selama bertahun tahun, dengan AS menuduh Kanada melakukan subsidi ilegal dan praktik dumping.
Pemerintah Kanada menyebut tuduhan itu “tidak berdasar” dan menyatakan bahwa mereka tidak akan terintimidasi. Menteri Perdagangan Kanada, Mary Ng, menyatakan bahwa negaranya “siap untuk merespons dengan cepat dan kuat” dengan tarif balasan yang akan menargetkan produk-produk AS secara strategis untuk memberikan dampak politik maksimum. Ancaman balasan ini menunjukkan bahwa Kanada tidak akan menyerah begitu saja dan siap untuk terlibat dalam perang dagang jika diperlukan.
Ancaman Perang Dagang Global dan Reaksi Pasar: Gelombang Kejutan di Ekonomi Dunia
Pengumuman ini seketika mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh pasar keuangan global. Indeks saham di Asia dan Eropa dibuka melemah tajam karena kekhawatiran akan terjadinya perang dagang yang lebih luas, yang dapat menghambat pemulihan ekonomi global yang rapuh pasca-pandemi. Harga komoditas seperti minyak dan bijih besi juga mengalami tekanan, mencerminkan ketidakpastian pasokan dan permintaan di tengah potensi gangguan perdagangan. Para investor dan pelaku bisnis bereaksi dengan menjual aset-aset berisiko, mencari perlindungan di aset-aset yang lebih aman seperti emas dan obligasi pemerintah. Volatilitas pasar diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan perkembangan situasi ini.
Para ekonom memperingatkan dampak dari kebijakan tarif ini. Mereka menegaskan bahwa konsumen Amerika akan menanggung bebannya. Tarif ini akan menyebabkan harga barang menjadi lebih tinggi di pasar domestik. Kenaikan biaya impor akan diteruskan kepada konsumen, mengurangi daya beli dan berpotensi memicu inflasi. Kamar Dagang AS dan asosiasi industri lainnya mengeluarkan pernyataan yang menentang kebijakan tersebut. Mereka berpendapat bahwa kebijakan itu akan merusak rantai pasokan dan merugikan bisnis Amerika. Selain itu, mereka menilai kebijakan tersebut dapat mengikis hubungan dengan sekutu terdekat. Para pelaku industri juga memperingatkan risiko tindakan balasan dari negara-negara yang terkena dampak. Jika terjadi, hal itu bisa memicu siklus perang dagang yang merugikan semua pihak.
Langkah terbaru Presiden Trump menunjukkan arah kebijakan luar negeri dan perdagangan yang lebih konfrontatif. Periode kedua kepemimpinannya kemungkinan besar akan diwarnai ketidakpastian yang tinggi. Negara-negara lain kini dipaksa untuk menavigasi lanskap geopolitik yang makin sulit diprediksi. Dunia menahan napas, menunggu apakah ancaman ini akan menjadi kenyataan. Negara-negara yang menjadi sasaran juga diperkirakan akan merespons dengan tindakan balasan. Dampak jangka panjang terhadap tatanan ekonomi global masih sulit diprediksi, tetapi bisa sangat besar.