
Fenomena banjir yang melanda Jakarta selama tiga hari berturut-turut dari tanggal 5 hingga 7 Juli 2025 membuat publik terkejut. Pasalnya, curah hujan ekstrem terjadi di tengah masa kemarau yang seharusnya membawa udara panas dan kering. Banjir kali ini bukan hanya merendam puluhan titik rawan, tapi juga menimbulkan kerugian besar karena lalu lintas lumpuh dan warga harus mengungsi.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut ini sebagai bagian dari anomali iklim global. Jakarta sedang mengalami kondisi kemarau basah, yaitu masa kering yang tetap disertai curah hujan tinggi akibat gangguan pola cuaca.
Penyebab Utama: Kemarau Basah dan Anomali Atmosfer
BMKG mengungkap bahwa banjir di musim kemarau disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor iklim:
-
Melemahnya Monsun Australia yang biasanya membawa angin kering
-
Suhu laut yang tetap hangat di selatan Jawa, mempercepat pembentukan awan hujan
-
Gelombang atmosfer seperti Kelvin dan Rossby yang memicu badai lokal
-
Labilitas udara yang tinggi, mempercepat hujan deras di waktu singkat
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebutkan bahwa lebih dari 60% wilayah Indonesia masih berada dalam pola hujan aktif meski kalender menunjukkan musim kemarau.
Kombinasi Banjir Kiriman dan Rob Memperparah Situasi
Tak hanya hujan ekstrem, Jakarta juga menerima banjir kiriman dari wilayah hulu Sungai Ciliwung, seperti Bogor dan Puncak, yang mengalami hujan serupa. Saat air turun ke hilir, volume air melampaui kapasitas sungai dan menyebabkan luapan di berbagai titik, terutama Jakarta Timur dan Selatan.
Selain itu, naiknya permukaan air laut (rob) di wilayah utara Jakarta membuat sistem pompa tidak dapat bekerja maksimal. Rob menghalangi air hujan keluar ke laut, menyebabkan genangan bertahan lebih lama di permukiman.
Dampak Langsung ke Masyarakat
Banjir ini menyebabkan ratusan warga harus mengungsi. Beberapa sekolah, kantor, hingga rumah ibadah terendam dan lumpuh total. Ruas jalan strategis seperti Jalan Otista, Underpass Kampung Melayu, dan Jalan TB Simatupang tidak dapat dilintasi kendaraan.
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, mengakui bahwa ini adalah banjir terparah selama masa jabatannya. Ia menginstruksikan pengerahan seluruh alat berat, pompa darurat, serta mempercepat pengerukan kali dan drainase.
Langkah Pemerintah dan Peringatan Lanjutan
Pemprov DKI telah:
-
Mengoperasikan 600 unit pompa air
-
Membuka posko pengungsian di titik rawan
-
Melakukan pengerukan sungai prioritas seperti Kali Ciliwung dan Sunter
-
Meningkatkan koordinasi dengan BMKG dan instansi kebencanaan
BMKG memprediksi bahwa kondisi anomali ini bisa berlanjut hingga Oktober 2025, dan memperingatkan potensi banjir rob besar dalam 2-3 hari ke depan. Warga diminta waspada dan aktif memantau informasi cuaca resmi.
Banjir di Kemarau, Bukti Nyata Perubahan Iklim
Kejadian ini membuktikan bahwa perubahan iklim global nyata dan kini berdampak langsung ke kehidupan sehari-hari. Banjir di musim kemarau harus menjadi peringatan bahwa sistem infrastruktur, prediksi cuaca, dan kesiapan masyarakat perlu ditingkatkan.
Masyarakat dihimbau untuk tetap waspada, mempersiapkan diri menghadapi cuaca ekstrem, dan tidak lengah meski kalender menunjukkan musim kemarau.